Namun pola hidup merekala yang membuat orang Jepang panjang umur dan lebih sehat. Seperti yang dikutip dari Self, berikut beberapa kebiasaan sehat para orang Jepang yang bisa ditiru.
1. Temukan Zen
Olahraga orang Jepang biasanya menggabungkan dua faktor, yaitu fisik dan mental. Kegiatan seperti yoga dan meditasi terbukti dapat mengurangi stres dan menangkal dimensia (pikun) serta melatih konsentrasi seseorang.
2. Hindari Makan di Piring Besar
Orang Jepang terbiasa makan dengan piring dan mangkuk kecil. Penggunaan sumpit juga membuat orang Jepang makan lebih dikit dan perlahan. Kebiasaan memilih tempat makan mungil dipercaya bisa bantu mengontrol porsi makan seseorang.
3. Makan Secara Perlahan
Di Jepang, setiap orang diajarkan unuk menikmati makanan setiap gigitannya. Mengapa makan secara perlahan baik untuk kesehatan? Hal itu karena otak membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk menyatakan bahwa perut sudah kenyang.
4. Minum Teh Hijau atau Ocha
Menurut penelitian, orang yang minum enam cangkir teh dalam sehari memiliki risiko 36 persen lebih rendah terkena penyakit jantung. Kandungan antioksidannya juga dapat mengurangi risiko osteoporosis dan kanker.
Sejumlah penelitian juga mengatakan bahwa senyawa kimia EGCG dan antioksidan catechin yang ditemukan dalam teh hijau, bisa mempercepat metabolisme tubuh manusia. Metabolisme merupakan proses mengubah nutrisi makanan dan kalori menjadi energi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan aktivitas.
Jika metabolisme tubuh seseorang meningkat, maka akan lebih mudah baginya untuk menurunkan berat badan. Teh hijau juga bisa mengurangi hingga 70 kalori sehari. Menyeduh teh hijau sebaiknya dengan air bersuhu 85 derajat Celsius, selama dua sampai tiga menit.
5. Makan Ikan
Sudah menjadi kebiasaan orang Jepang untuk mengonsumsi ikan tuna, makarel dan salmon. Ketiganya dipercaya mengandung asam lemak omega-3, yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker payudara.
6. Makan Rumput Laut
Rumput laun merupakan salah satu bahan utama masakan orang Jepang. Secara haraviah, rumpu laut mengandung multivitamin yang berisi potasium, kalsium, magnesium, besi, yodium vitamin C, serat dan bea karoten.
7. Mempertahankan bahasa lokal
Ada yang menarik dari kebiasaan ini.
Konon, kabarnya orang Jepang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang
buruk, jadi mereka kerap berbicara dengan bahasa Jepang, sekalipun itu
terhadap orang asing. Pernah pada suatu waktu, meskipun mereka tahu
bahwa saya orang asing, mereka tetap menggunakan bahasa Jepang ketika
memulai percakapan. Alhasil, saya hanya bisa bengong-bengong saja.
Ketika saya bilang tidak mengerti, mereka tetap mencoba meyakinkan,
dengan tetap menggunakan bahasa Jepang.
Begitu juga ketika di supermarket dan
tempat-tempat umum lainnya. Setiap kali orang Jepang bertanya dan
berkomunikasi, seringkali mereka menggunakan bahasa Jepang. Apa mereka
tidak tahu bahwa saya ini orang asing? Bahwa bahasa Jepang bukanlah
bahasa Ibu saya. Jadi, meskipun kepada orang asing, orang Jepang
kebanyakan tetap menggunakan bahasa lokal mereka.
Menurut yang saya amati, orang Indonesia
beda lagi. Meskipun kurang paham bahasa Inggris, tapi orang Indo tetap
berusaha berbicara bahasa Inggris kepada orang asing, meskipun itu
terbata-bata. Saya teringat ketika di Bromo dulu, pernah ada supir Elf
yang berani berbicara bahasa Inggris kepada turis. Setidaknya, kita bisa
menghargai bahasa yang mereka pergunakan. Ini menandakan bahwa orang
Indonesia sangat terbuka kepada orang asing.
Selama saya kuliah disini, saya juga
intensif mengikuti kursus bahasa Jepang (fasilitas kampus). Saya sempat
berpikir bahwa setiap orang asing (status sebagai student, entah jika
statusnya lain) yang masuk Jepang, rata-rata diajarkan bahasa Jepang.
Jadi, orang asing tersebut seperti di-”naturalisasi” dan harus bisa
berbahasa Jepang. Sedangkan di Indo, saya tidak tahu apakah setiap
mahasiswa asing diberi fasilitas juga untuk belajar bahasa Indonesia?
Atau, orang Indo yang katanya sangat ramah, jadi biarlah yang
berlelah-lelah belajar bahasa Inggris?
8. Santun
Benarkah orang Indonesia itu
santun-santun? Saya sangsi karena saya tidak diberi jalan saat akan
menyeberang, saya ragu karena ketika jalanan macet tidak ada yang mau
mengalah. Tapi, selama di Jepang, saya benar-benar merasakan kesantunan
itu. Menyeberang jalan dengan rasa aman karena tahu mobil tidak akan
mendahului sepeda. Mobil tidak akan mendahului sepeda motor, sepeda
motor mengalah pada pesepeda, dan pesepeda takluk pada pejalan kaki. Ya,
pejalan kaki adalah raja jalanan!
Saya pernah ketika akan menyebrang, ada
mobil yang menunggu di depan saya. Tak tahunya, ternyata dia menunggu
saya menyeberang terlebih dulu. Tapi, karena sedang menunggu, saya
persilakan mobil itu untuk lewat duluan. Dan … orang dalam mobil itu
langsung memanggutkan kepalanya tanda sangat berterimakasih. Luar biasa
kesantunan yang saya rasakan. Bahkan, ketika saya lewat di depan orang
yang sedang mencabut rumput, orang itu mengucapkan maaf setelah saya
bilang permisi. Mungkin dia merasa telah menghalangi jalan orang lain.
Entahlah, yang saya dengar hanyalah omelan ketika ini saya lakukan di
Indonesia.
Di sini, membunyikan klakson adalah
pertanda bahaya. Klakson hanya dibunyikan pada saat-saat genting, di
luar itu tidak boleh membunyikan klakson. Makanya, suasana jalanan tidak
berisik.
9. Gemar olahraga
Ini juga membuat saya salut. Betapa
tidak, saat pulang dari kampus sekitar jam 19.30 JST, saya berpapasan
dengan orang Jepang yang sedang jogging. Padahal, cuaca saat itu sedang
dingin dan saya pikir paling enak kalau diam di rumah. Dan, sebagai
orang Indo, tentu saja saya merasa “aneh” dengan kebiasaan olahraga
malam-malam ini. Masih mending jika olahraga futsal atau yang dilakukan
secara tim. Tapi, kalau dilakukan sendirian dan malam-malam, rasanya
“aneh”. Dan ini merupakan kebiasaan orang Jepang yang harus saya
maklumi.
Dan kemana-mana, cukup banyak juga
mahasiswa Jepang yang suka memakai celana training. Entahlah, apa dia
sehabis olahraga atau tidak. Bahkan, ketika di kelas pun, ada saja yang
memakai celana training. Entah apakah ada hubungan antara celana
training mereka dan olahraga. Memang orang Jepang tidak suka jika tidak
bergerak. Bahkan, orang tua pun gemar berolahraga. Saya sering melihat
para orang tua yang suka mengajak jalan-jalan anjing mereka ke
taman-taman. Maka, jangan heran jika kita bertanya kepada mereka siapa
saja anggota keluarganya, mereka akan menghitung anjing-anjing mereka.
Dan fakta menarik, olahraga yang paling
beken di Jepang adalah baseball. Itulah mengapa, jika di kartun-kartun,
olahraga yang sering dijadikan figuran adalah baseball. Masih ingat
tayangan Doraemon? masih ingat ketika Giant selalu mengajak main
baseball kepada Nobita dan Suneo? Dan bagi orang Indonesia, baseball
bukanlah hal yang umum. Orang Indonesia lebih familiar dengan sepakbola
dan badminton, benar?
Mensana in corpore sano. Di dalam tubuh
yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Mungkin bangsa Jepang menjadi
disegani karena mereka memiliki ketangguhan SDM-nya. Dan jangan kita
remehkan, olahraga bisa menjadi titik awal. Bukankah Rasulullah saw juga
telah bersabda bahwa muslim yang kuat lebih dicintai daripada muslim
yang lemah? Dan Rasulullah saw telah mengajarkan kita berolahraga dengan
memanah, berenang, dan menunggang kuda? Jepang bukanlah negara muslim,
tapi mereka paham betul akan kesehatan jasmani ini.
10. Tidak suka basah
Tidak suka basah dalam artian ketika
sedang di kamar kecil. Setiap kamar kecil sepertinya sudah memiliki
grand-design nya. Didesain dengan konsep kering dan serba otomatis.
Tentu ini menyulitkan saya yang lebih terbiasa dengan toilet basah
seperti di Indonesia. Dan ini juga menyulitkan bagi yang muslim, karena
kita harus ber-istinja (bersuci, membasuh) dengan air. Bahkan, salah
seorang sensei menanyakan apakah ada toilet kering ketika akan ke
Indonesia. Mengingat kebanyakan toilet di Indonesia sifatnya basah.
Jadi, akan sangat sulit jika kita
meniatkan untuk mandi di kampus, karena toilet di tempat umum tidak
didesain untuk mandi. Bagaimana bisa mandi, lantai basah sedikit saja
langsung dikeringkan oleh janitor. Untuk berwudhu, kami biasa berwudhu
dari wastafel jika sedang di kampus. Dan jika lantai sampai basah,
cepat-cepat kami keringkan. Namun, syukurlah, lama-kelamaan kami sudah
mulai terbiasa.
11. Makan banyak tapi tetap langsing
Selama saya di Jepang, saya jaraaaaang
sekali melihat orang Jepang yang gemuk. Rata-rata berbadan kurus dan
proporsional. Malah menurut saya, lebih banyak yang kurus. Mungkin ada
hubungannya dengan kebiasaan gemar olahraga di atas. Paling banter
berbadan gempal, itupun bisa dihitung dengan jari.
Padahal, ketika teman saya sedang party
lab-nya, dia hanya bisa makan sampai 10 tumpuk piring sushi (1 piring 2
sushi). Sedangkan teman Jepangnya, malah sampai habis 30 piring. Tapi,
anehnya badannya tetap saja kurus. Saya tidak tahu, mungkin karena
memang makanan orang Jepang kebanyakan mengandung protein. Atau juga
mungkin karena metabolisme orang Jepang lebih baik ketimbang orang
Indonesia yang sekali makan, berat badannya langsung cepat naik. Mungkin
juga masalah gaya hidup?
Mengenai gaya hidup sehat orang Jepang, silakan lihat juga artikel berikut: gaijinpot.com
12. Tidak biasa bersalaman
Awal-awal berkenalan dengan orang Jepang,
saya selalu membawa kebiasaan saya sewaktu di Indonesia, yaitu
menyodorkan tangan sebagai tanda membuka perkenalan (khusus sesama
jenis). Tapi, ternyata sodoran tangan saya dibalas dengan anggukan
kepala dan bungkukan badan. Kontan, saya pun mengikuti gerakan lawan
bicara saya tersebut, dan akhirnya tidak jadi salaman.
Secara umum, perkenalan biasanya selalu
diiringi dengan salaman. Tapi, di Jepang lain lagi, kita tidak perlu
menyodorkan tangan. Yang kita perlukan hanya menyebutkan nama, kemudian
membungukukkan badan sembari mengucapkan yoroshiku onegai shimasu. Kebiasaan orang Jepang yang satu ini sangat menguntungkan umat muslim, terlebih lagi saat berhadapan dengan orang yang bukan mahrom (boleh dinikahi).
Kalau kita di Indonesia, ketika akan salaman dengan orang yang bukan mahrom,
biasanya kita akan merapatkan telapak tangan kita dan memposisikannya
di depan dada. Dengan begitu, lawan bicara kita akan mengerti. Namun,
jika kita berhadapan dengan orang asing yang belum tahu, kita akan
kesulitan untuk menjelaskan. Dan kemungkinan akan terjadi
kesalah-pahaman jika tidak ada komunikasi yang baik. Biasanya, lawan
bicara kita akan menyodorkan tangan, lalu kita balas dengan salam “ala lebaran”.
Untuk ucapan terimakasih pun, orang
Jepang tidak biasa bersalaman. Biasanya mereka akan membungkukkan badan,
atau minimal menganggukkan kepala. Ukuran besar-kecilnya rasa
terimakasih orang Jepang bisa kita lihat dari bungkukan badannya.
Semakin membungkuk tandanya ia sangat berterimakasih. Anggukan kepala
biasanya untuk ucapan terimakasih biasa.
Bedanya dengan orang Indonesia, kalau
kita merasa berterimakasih, kita akan menyalami lawan bicara kita dengan
kedua tangan. Dan kemudian biasanya langsung memeluk lawan bicara.
Tapi, sekali lagi, di Jepang lain lagi ceritanya. Jadi, sebagai
pendatang, kita mau-tidak mau akan mengikuti kebiasaan mereka, meskipun
hal tersebut dianggap kecil.
13. Budaya mengantri
Jangan sampai kebiasaan buruk kita di
Indonesia terbawa sampai ke Jepang, yaitu budaya menerabas! Orang-orang
Jepang sangat loyal terhadap peraturan dan santun kepada orang lain,
termasuk untuk urusan mengantri. Antri sudah menjadi budaya disiplinnya
orang-orang Jepang. Kita (pendatang) sudah harus ngeh dengan budaya antri mereka, jangan sampai kita membuat malu di negeri orang.
Antri di Traffic Jam |
Beda kota, bisa berbeda juga budaya yang
dianut masyarakatnya. Di Osaka, jika sedang menggunakan eskalator,
sebaiknya gunakan sisi sebelah kanan bagi yang tidak terburu-buru dan
mempersilakan sisi kiri bagi mereka yang ingin bergegas. Sedangkan di
Tokyo (dan sebagian kota lain), jalur lambat ada di sebelah kiri dan
jalur bergegas di sebelah kanan. Hati-hati, jangan sampai kita
menghalangi jalan orang lain. Orang Jepang sendiri terlihat begitu
menyesali diri jika mereka sampai menghalangi jalan orang lain.
Cerita lain lagi, dalam suatu perjalanan,
pernah saya terjebak dalam kemacetan yang panjang. Saya pun heran, baru
kali itu saya merasakan macet sedemikian panjangnya. Saya kira di
Jepang bebas macet, kemudian saya tahu bahwa ada kecelakaan yang menjadi
penyebab kemacetan itu. Tapi, betapa elegan-nya orang-orang Jepang
dalam berlalu-lintas. Ya, mereka tetap berada dalam antrian kendaraan
yang seharusnya.
Benar-benar membuat saya kagum. Betapa
tidak, saya bisa membayangkan suasana kemacetan di Indonesia yang bising
dengan suara klakson; antar pengemudi tidak ada yang mau saling
mengalah; dan perilaku mental menerabas lainnya. Tapi, lihatlah foto di
atas, sama sekali tidak ada yang menerabas dari sisi kiri; dan juga
tidak ada kebisingan klakson. Benar-benar patut kita teladani.
14. Jari-jari huruf “V” saat dipotret
Coba Anda minta foto bersama orang
Jepang, atau menyuruh mereka bergaya saat akan dipotret. Hampir selalu
jari-jari mereka langsung bergaya “V” sambil menyunggingkan senyum
terbaik. Saya, orang Indonesia, jadi ikut-ikutan bergaya seperti orang
Jepang saat dipotret, hehe. Maklum, terkontaminasi budaya lokal.
Tentu kita dapat dengan mudah menebak apa
maksud dari jari-jari mereka. Ya, itu perlambang “peace” – kedamaian.
Tapi, bagi orang Jepang sendiri, jari-jari “V” adalah perlambang
kebahagiaan. Jadi, jika mereka menggunakan gaya tersebut saat dipotret,
itu artinya mereka ingin menunjukkan kebahagiaannya. Bukan berarti bagi
yang tidak itu tidak bahagia, hehe..
15. Risih duduk bersebelahan
Kebiasaan ini sebenarnya saya tahu dari
sensei nihonggo. Memang, sensei saya yang satu ini sesekali suka
bercerita tentang Jepang dan rupa-rupinya. Mulai dari agama yang dianut,
berbelanja, tempat-tempat di Jepang, sampai kebiasaan orang Jepang
sehari-hari. Waktu sensei saya bertanya, sebagai orang Indonesia,
bagaimana posisi duduk yang lazim jika sedang mengobrol bersama teman.
Bagi saya, saya lebih nyaman untuk duduk
bersebelahan dengan teman saya ketika ngobrol. Saya merasa lebih bebas
dan tidak canggung. Karena dengan begitu, kita bisa menjadi lebih
santai. Justru saya merasa risih jika duduk berhadap-hadapan. Entah
kenapa, rasanya risih saja, karena dengan posisi tersebut, mata kita
dipaksa untuk terus beradu pandang.
Tapi, kebiasaan orang Jepang lain lagi.
Justru mereka risih jika duduk bersebelahan. Mereka lebih memilih duduk
berhadap-hadapan. Jika sedang ke kantin, restoran, atau perpustakaan,
saya memang tidak melihat orang Jepang yang duduk bersebelahan. Semuanya
duduk berhadap-hadapan. Jikapun ada orang yang duduk disampingnya, bisa
jadi karena keterbatasan kursi atau memang harus duduk dengan posisi
seperti itu (seperti di bis, kereta).
Jadi, jangan heran jika di restoran,
kantin, atau perpustakaan, orang Jepang rata-rata duduk
berhadap-hadapan. Pernah suatu saat, saya meminta teman Jepang saya
untuk latihan percakapan bahasa Jepang. Kemudian, kami mencari-cari
tempat yang pas hingga akhirnya kami menemukan dua bangku panjang yang
berhadap-hadapan. Sebagai orang Indo, saya tentu terbiasa untuk duduk
bersebelahan. Tapi, pada saat saya akan duduk di samping teman saya itu,
saya malah diminta untuk duduk di hadapannya. Dia langsung
mempersilakan saya sembari menunjuk kursinya.
http://www.forum.manadotoday.com/index.php?topic=4878.msg7894#new
http://rizaldp.wordpress.com/2012/06/20/kebiasaan-orang-orang-jepang/
No comments:
Post a Comment